Minggu, Oktober 11

GEPENG (PENGEMIS)

Belum begitu lama, ada sebuah perda (peraturan daerah) yg dikeluarkan
oleh pemda dan pemkot DKI Jakarta,
yakni sanksi atau denda bagi orang-orang yg memberikan uang untuk para pengemis.
Tak pelak, beragam reaksi muncul atas keluarnya perda tersebut.
Ada yg setuju dan ada pula yg tidak setuju.
Namun, yg tidak setuju atau kontra, memang lebih besar.
Karena perda itu terkesan aneh.
Apakah menjadi dermawan dianggap sebagai suatu kejahatan??
Apakah tidak boleh lagi menolong sesama manusia??
Dengan pertanyaan2 demikian, maka wajarlah perda tersebut menuai
kecaman dan protes dari masyarakat.
Disini, saya bukan ingin mengeluarkan penilaian atas perda tersebut.
Tetapi sekedar menganalisa dan menguraikan beberapa masalah disekitar
perda tersebut yg sekiranya layak untuk kita renungkan bersama.


1.) PERDA(pemda)


Mungkin inilah sebuah peraturan yg benar-benar aneh.
Bagaimana tidak aneh, kalau biasanya peraturan dibuat untuk menghukum
orang2 yg berbuat kejahatan.
PERDA ini justru kebalikannya, yaitu peraturan yg dibuat untuk
menghukum orang2 yg pada pandangan umum telah berbuat kebaikan.
Yakni orang2 yg dianggap dermawan yg menyisihkan secuil hartanya untuk
menolong sesama.
Maka tidak mengherankan kalau PERDA ini mendapat kecaman oleh lapisan
masyarakat.
Kemudian,
apa yg menjadi dasar pemda atau pemkot mengeluarkan PERDA yg aneh begini??
Ternyata, kaum gepeng ini sudah menjadi masalah klasik yg mesti
dibenahi oleh pemda atau pemkot.
Karena kehadiran gepeng ini dikatakan merusak (mengganggu) tatanan
kota yg dicanangkan bersih dan asri.
Secara berkala pemda selalu mengadakan razia gepeng.
Para gepeng yg terjaring razia ini kemudian diberi penyuluhan oleh
dinas2 sosial.
Namun, bak kata pepatah:
''patah tumbuh hilang berganti, gugur satu tumbuh seribu''
Begitu pula dengan gepeng ini, bukannya berkurang, malah makin
menjamur di setiap sudut atau lorong, pelataran mall, lampu merah,
pelabuhan dan disetiap tempat2 yg strategis yg ramai dikunjungi
masyarakat.
Dimana silapnya?Adakah penyuluhan dinas sosial kurang maksimal?
Atau mungkin penyuluhan yg diberikan hanyalah sebatas pesan-pesan
moral, sedangkan yg dibutuhkan para gepeng bukan pesan moral,
melainkan pengganjal perut?
Atau, para gepeng ini memang sudah ketagihan untuk hidup bermalas2an?....
Suatu lingkaran setan yg bikin frustasi.
Dan mungkin, rasa frustasi inilah terjadi atas pemda dan pemkot tersebut.
Sehingga mereka mengeluarkan PERDA yg terkesan begitu konyol.
Yakni:
''menjatuhkan sanksi denda untuk orang-orang yg memberikan derma kpd
kaum gepeng''
Mungkin sekali pemda atau pemkot menganggap masalah ini setali tiga
uang, antara penderma dan pengemis.
Seperti API dengan ASAP.
Logikanya, jika tidak bisa membendung asapnya, kenapa tidak mencoba
untuk memadamkan apinya.
Maksudnya, jika tidak bisa menghapuskan pengemis, kenapa tidak
membatasi para pemberinya.
Dan jika para pemberi tidak ada, tentu dengan sendirinya para
peminta-minta inipun tidak akan berkeliaran dijalan-jalan lagi.
Tapi masalahnya tidak segampang itu.
Bukan cuma faktor penderma dan peminta-minta saja.
Tapi masalahnya lebih kompleks.
Keadaan ekonomi yg lemah, sehingga lowongan pekerjaan semakin menyempit.
Hal ini tentunya juga ikut berperan dalam menambah jumlah para gepeng ini.


2.) GEPENG(pengemis)


Diakui atau tidak, tetapi 95persen para pengemis ini terkoordinasi
dengan cukup baik dan rapi.
Sampai-sampai koordinator pengemis ini disebut dengan MAFIA PENGEMIS.
Benar atau tidaknya, dikatakan bahwa setiap pengemis yg tergabung
dalam suatu kelompok, wajib menyetorkan pendapatan hasil mengemisnya
kepada sang koordinator (mafia).
Disebut mafia, tapi secara hukum, sulit untuk menjeratnya.
Karena biasanya mereka berdalih membantu dan menolong para pengemis
dgn menyediakan:
-transfortasi
-pemondokan
-dll.
Maka uang setoran yg dikutip, alasannya adalah sebagai pengganti biaya
akomodasi dan biaya lainnya.
Kemudian, alasan mengemis ini juga bermacam ragamnya.
Ada yg mengusung orang2 cacat, bantuan mesjid, bantuan anakyatim, dan
sebagainya.
Dan tidak jarang pula yg sekedar berpura-pura cacat.
Pernah saya melihat seorang pengemis muda, yg kebetulan saya pernah mengenalnya.
Sebelumnya ia bekerja sebagai kuli bangunan.
Dan pemuda itu sehat tanpa penyakit berat.
Ketika saya bertanya kepadanya kenapa ia berganti profesi menjadi
seorang pengemis?
Jawabannya ringan saja.
Bekerja sebagai kuli cuma menghasilkan 20.000 rupiah.
Sedangkan menjadi pengemis, jumlah 20.000 rupiah itu adalah
penghasilan seminim-minimnya.
.....wah....!!
Pantas, kenapa pula mesti kerja keras dengan cucuran keringat, jika
penghasilan yang didapat lebih kurang dengan yg didapat cuma dengan
duduk-duduk sambil mengulurkan tangan?
harga diri?
Itu urusan belakangan.
Kenapa pengemis yg berpura-pura cacat atau pura-pura minta sumbangan
mesjid atau sumbangan anak yatim begini tidak dijerat dgn hukum
penipuan?
Entahlah...!!
Yang jelas, tidak pernah ada pengaduan dari masyarakat yg menjadi
korban penipuan mereka.
Mungkin karena duit gopek atau seceng itu tidak berarti apa-apa bagi sipemberi.
Padahal, jika seribu rupiah itu dikalikan dengan seratus orang
pemberi, maka diperoleh hasil seratus ribu rupiah.
Bukan jumlah yg kecil untuk ukuran pendapatan rakyat indonesia dalam perharinya.
Maka tidak heran, dengan jumlah sekian banyak, pepatah hilang satu
tumbuh seribu itu cukup memusingkan pemerintah.


3) PEMBERI (dermawan)


Peraturan yg menjatuhkan sanksi denda untuk orang yg memberi derma
kepada para pengemis ini memang aneh dan kelihatannya sedikit konyol.
Bagaimana tidak kelihatan konyol jika menderma dianggap suatu kesalahan.
Tokh..!
Yg didermakan juga adalah milik sendiri.
Tetapi, jika dilihat dari hubungan sebab akibat, yakni:
(Tidak ada asap jika tidak ada api)
Maka PERDA tersebut bisa diterima oleh nalar.
Walaupun itu terkesan dipaksakan dan bukan langkah-langkah yg terbaik.
sebagai langkah alternatif, layak untuk dicoba.
Tetapi tentunya bukan sebagai satu-satunya jalan dalam menyelesaikan masalah.
PERDA itu mestilahditindak lanjuti dengan perbaikan dibidang ekonomi,
peningkatan lapangan pekerjaan, dan tidak kalah pentingnya yaitu,
peningkatan mutu dan ketrampilan daripada sumber daya manusia (SDM)
dinegri kita indonesia tercinta ini.
Dengan demikian, bukan cuma masalah gepeng saja yg dapat teratasi,
tetapi mencakup program pemerintah yg lebih besar, yakni:
Pengentasan kemiskinan dari bumi pertiwi.
Insya alloh...!
--

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Whilе thesе аrе meant to be used if
you want to help boost уоur κeywords, thеy should be rеlevant to thе imаge
οг the placе wheгe you аre linking.
Rainbоw Bгite Halloweеn Coѕtume: Hair Rainboω Brіte
had blonde hair anԁ bangs, so if you don't, you might want to pick up a long blonde wig such as this one that already has bangs and curl to it so all you would need to do would be put it into a high pony tail and tie a ribbon around it. In 1986, after civilians replaced generals in Brazilian politics, the world price of oil plunged, endangering the government's pledge to keеp the
price of ethanol below thаt of gasοline.

Look into my weblog :: red shoes

Recent Posts

Recent comments

Pengikut

Site Info